Entri Populer

Senin, 13 Desember 2010

Sabuk Merapi

Merapi dari puncak Telomoyo
Pembangunan Jalan di Mertoyudan Magelang
Masjid dan Spanduk Peringatan
Selamatkan Aqidah
Merapi dan Petani
Tafakur Sejenak, Subhanallah


Dari Ambarawa Menuju Magelang

Merapi dari Selo

Emil bersama Ustadz M Sholikhin Pimpinan Ponpes Al-Hikmah Dukuh Pedut Cepogo Boyolali
Penduduk Sekitar Merapi sudah hafal dengan karakter Merapi, meski masih status: Awas Merapi, mereka sekarang sudah kembali ke rumah. Yuk kita bantu mereka untuk bangkit kembali.

Seperti diceritakan di edisi sebelumnya, Emil sangat khawatir dengan keadaan Ustadz Muhammad Sholikhin yang tinggal di Dukuh Pedut, Cepogo, Boyolali. Jarak dukuh itu dengan puncak Merapi hanya 3 km. Apalagi pada 2006 silam ketika Merapi meletus, beliau termasuk orang yang memutuskan tidak turun mengungsi. Hmm… kami jadi penasaran ingin tahu kondisi ustadz Sholikhin. Selain itu tujuan kami adalah untuk memberikan titipan bantuan dari pembaca Sahabat Alam, yakni dari: Jamaah masjid al-Istiqomah, Cakung dan SDIT Al-Fidaa, Setia Mekar Tambun Bekasi.

Dari Jalur Magelang-Yogya dengan mengendarai motor, kami berangkat ke Cepogo. Tapi, sebelum berangkat, Abi memantau cuaca dengan memperhatikan laporan Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG). Menurut ramalan BMKG; Pulau Jawa akhir November dan awal Desember 2010, berpeluang hujan dengan intensitas ringan, potensi hujan sedang atau lebat di Jawa bagian barat pada siang atau sore, sedangkan malam hari cuaca cerah.

Jadi kami memang harus berhati-hati. Selain jalan berkelok, limpahan pasir dan debu bisa mengganggu perjalanan. Apalagi ada potensi hujan. Maka jas hujan dan plastik pengaman untuk barang elektronik seperti HP dan kamera harus disiapkan. 

Sampai Mertoyudan, tampak posko-posko pengungsi. Sebagian memang sudah kosong, hanya ditunggu oleh petugas relawan. Di Mertoyudan, proyek pelebaran jalan terus berlangsung. Tampak rel-rel kereta api yang tak berfungsi lagi, teronggok begitu saja. Entah akan dibawa kemana?

Dari Mungkid terus ke pertigaan Blabak, sebelum pabrik kertas, kami belok ke kiri mengarah Boyolali. Dari sini, Cepogo masih sekitar 40 km lagi. Memasuki Sawangan, tampak suasana duka masih terasa. Genangan abu, orang yang membersihkan pasir di rumah-rumah, posko pengungsi dan warga yang meminta sumbangan dari pemakai jalan. Selain itu ada relawan dan wisatawan yang hilir mudik. Spanduk-spanduk peringatan juga terpampang. Suasana inilah yang mendominasi pemandangan.

Di Sawangan ada dua pesantren, yakni Pondok Modern Darul Qiyam Gontor 6. Darul Qiyam adalah cabang Pondok Modern Darussalam Gontor yang terletak di dusun Gadingsari, desa Mangunsari, kecamatan Sawangan. Satu lagi Ponpes At-Tauhid al-Islamy, di Kapuhan Sawangan, Pimpinan KH Abdul Aziz yang juga alumni Ponpes Daarussalaam Gontor. Tampak, santriwan Ponpes At-Tauhid al-Islamy tengah bergotongroyong membersihkan pondok mereka.

Di Ketep, relawan atau wisatawan menikmati pemandangan. Petani sudah mulai mencoba ke sawah dan pedagang mulai buka toko. Penduduk sekitar Merapi yang biasa disebut daerah sabuk Merapi, memang punya ukuran sendiri kalau Merapi sudah sembuh dari batuk-batuknya. Betapa pun hidup terus berlanjut. Harus survive.

Kami tancap gas ke Wonolelo – Jrakah – Selo. Di sepanjang jalur ini Merapi masih tertutup awan. Pohon bambu yang lentur pun rebah disapu debu Merapi. Selo hingga sekarang masih merupakan daerah ring satu bahaya Merapi. 

Alhamdulillah sampai juga di Ponpes Al-Hikmah, Pedut, Wonodoyo, Cepogo. Ustadz Sholikhin menyambut kami dengan memperlihatkan rekaman erupsi Merapi yang terekam dari HP-nya. Subhanallah betapa dahsyatnya, tampak batu-batu sebesar kepala bertebaran. Belum lagi suaranya, “Seperti pesawat mau take off, tanah yang kami pijak bergetar,” tutur ustadz.

Ustadz Sholikhin bercerita, Merapi meletus pertama tanggal 26 Oktober hari Selasa, Pahing dalam tanggalan Jawa, Maghrib. Jadi ketika terdengar bunyi ”Blam!” warga dukuh Pedut di ajak ke masjid untuk zikir. Alhamdulillah sekarang mereka telah berubah. Padahal tahun 2006 lalu, ketika Merapi meletus, mereka masih memberikan sesajen. Jadi setiap ada ”Blam!” mereka lari ke masjid. Kemudian pada Senin malam, tanggal 1/11 setelah pemerintah mengharuskan masyarakat harus mengungsi, mereka yang di masjid pada bingung. Mereka tanya, ”Ini kita mengungsi atau tidak?” Lalu ditanya balik, ”Kalau sampeyan zikir saja, tenang ndak?”
”Ya ndak tenang!” jawab mereka.
“Nah kalau zikir tidak tenang ya sudah kita mengungsi. Nanti kita zikir di pengungsian,” ujar Ustadz Sholikhin menceritakan kembali kepada kami.

Tiga malam pertama waga Pedut mengungsi di Tumang, ternyata malam Jum’atnya kawasan rawan bencana meluas menjadi 15 km. Nah tumang itu termasuk kawasan 11 km. Jadi, tidak hanya pengungsi dari Cepogo atas, tapi penduduk Tumang pun harus diungsikan juga. Total ada 7000 jiwa yang harus diungsikan.

Bayangkan 7000 jiwa harus dievakuasi dalam waktu bersamaan. Ketika di pengungsian pikiran pun berkembang, mengungsi berapa lama? Setelah pulang makannya bagaimana? Karena yang mengungsi 90% petani, sedangkan jangankan tanaman, tanahnya pun sudah rusak. Masyarakat butuh sembako.

Almarhum Mbah Maridjan tinggal di Cangkringan yang letaknya di barat laut, sedangkan Ustadz Solikhin di timur laut jadi berseberangan. Pada 2006 keduanya tidak mengungsi. Menurut perhitungan Ustadz Sholikhin, Karena arah letusan tidak mengarah ke dusunnya dan tingkat bahayanya tidak ada. Itu hanya letusan biasa yang tidak menimbulkan eksplosif. Jadi tidak asal, ada perhitungannya. Bukan semata mistik.  

Ustadz Sholikhin, berusaha warga itu tidak terjebak ke mistik. karena mistik dengan ghaib itu berbeda. ”Alhamdulillah, meski tiga kilo dari puncak tidak parah. Kita langsung bisa bercocok tanam,” tuturnya optimis.      
              
Setelah urusan memberikan sumbangan selesai, kami pun pamit. Pasar Cepogo sudah ramai dengan penjual sayur, sehingga jalan pun agak tersendat. Memasuki Selo, Merapi tampak kelihatan dengan penuh. Abi sempat bertanya pada penduduk yang melintas, saking tidak percayanya. Beberapa kendaraan yang melintas pun berhenti sejenak untuk berfoto ria. Kami pun tergoda untuk melakukan hal yang sama. Pemandangan yang indah ini hanya sekejap, sekitar 15 menit kemudian Merapi kembali sembunyi di balik awan.   

Alhamdulillah, semua orang yang kami kunjungi sehat wal afiat.

Tapi, perubahan memang begitu cepat. Belum sepekan dari kunjungan kami, sms dari ustadz Sholikhin mengabarkan, ”Laporan Susulan. Jembatan Wonopedut di kali Gandul, yang sampai tadi pagi masih bisa dilewati roda dua, tadi jam 15.20 ambrol. 870 warga pedut dan 250 warga Sidopekso terisolir. Jalur tersebut adalah  jalur perekonomian dan jalur evakuasi. A/n warga M. Solikhin.”

Itu jembatan yang biasa kami lewati untuk menuju Ponpes al-Hikmah. Kenapa bisa ambrol?

”Kena banjir lahar dingin. Jembatan dan saluran air hancur semua,” sambung sms ustadz Sholikhin.

Merapi masih berstatus awas. Jadi kekhawatiran itu belum lenyap. Kepada Allah Penguasa alam raya dan seisinya kami bertawakal.       

             
Box :
Dalam perjalanan ke Cepogo, di Mertoyudan Tim Sahabat Alam melihat rel kereta api yang sudah tak terpakai. Kemana ya sekarang kereta-kereta itu? Ikuti edisi depan ya. Eh jawab pertanyaan ini dulu, apa nama tempat untuk benda kuno bersejarah? Kalau sobat eL-Ka teliti, jawabannya ada dalam rubrik ‘Sahabat Alam’.

Bagi Tiga pengirim pertama yang mengirimkan jawaban dengan benar, akan mendapat bingkisan menarik. So kirim jawaban kamu secepatnya melalui kartu pos disertai kupon ke redaksi eL-Ka: Majalah SABILI, Jalan Cipinang Cempedak III No. 11A Polonia, Jakarta Timur 13340

Senin, 06 Desember 2010

SDIT Al Fidaa, Tambun Peduli Merapi


SDIT Al-Fida di Jalan Masjid Nurul Amal No.1 Setia Mekar, Tambun, Bekasi.
"Dan mereka memberikan makanan yang disukainya kepada orang miskin, anak yatim dan orang yang ditawan. Sesungguhnya kami memberi makanan kepadamu hanyalah untuk mengharapkan keridhaan Allah, kami tidak menghendaki balasan dari kamu dan tidak pula (ucapan) terima kasih. Sesungguhnya kami takut akan (azab) Tuhan kami pada suatu hari yang (di hari itu) orang-orang bermuka masam penuh kesulitan". (QS Al Insan 8 - 10)"

Sahabat Alam kembali menerima titipan amanah bantuan untuk pengungsi Merapi dan Mentawai, Selasa 23/11, Bantuan berupa uang sebesar Rp 4.000.000 (empat juta rupiah) dan Pakaian Layak Pakai (Palapa) dari  Guru, Walimurid dan  siswa-siswi,   SDIT Al-Fida di Jalan Masjid Nurul Amal No.1 Setia Mekar, Tambun, Bekasi.

Menurut Ibu Iim Nuril, salah seorang staf pengajar di Al-Fidaa, Dana yang diperoleh ini hasil pengumpulan selama tiga pekan. “Pengumpulan dana ini bertujuan untuk menimbulkan rasa empati dari siswa Al-Fidaa atas penderitaan yang dialami oleh saudara-audara mereka, pengungsi Merapi,” jelas Bu Iim.

Bagi rekan-rekan yang ingin bergabung silakan kontak Sahabat Alam di 021-33413279
http://sabili.co.id/sahabat-alam/sdit-al-fidaa-tambun-peduli-merapi

Laporan Sumbangan Untuk Pengungsi Merapi


Bersama Dewan Dakwah Islamiyah Indonesia Magelang di Ponggol Muntilan
Sahabat
Sahabat Alam pun tak mau ketinggalan untuk turut membantu sahabat-sahabat yang sedang dirundung duka. Bersama rekan-rekan dari Ikatan Remaja Masjid Al-Istiqomah (IRMA), Budi, Novan dan Ayung, November ini kami menyalurkan bantuan bersama. Berikut Daftar Sumbangan untuk Korban Merapi

Jamaah Masjid al-Istiqomah Penggilingan Elok Jakarta Timur                     
Rp   769.500
MTS Umdatur Rasikhien Jalan
 Tipar Cakung Jaktim                 
Rp 2.500.000

FORISAN (Forum Remaja Islam Aneka Elok)
Rp 3.457.000

Majlis Taklim Kaum ibu Al-Istiqomah
 Penggilingan Elok Jaktim
Rp 2.420.000
RA al-Istiqomah Penggilingan Elok Jaktim
Rp 1.150.000

Totalnya sampai 10 November                                                    

Rp 10.296.500.

Catatan: Sumbangan tersebut sudah disalurkan melalui, Posko Dewan Dakwah Islamiyah Indonesia Ponggol Muntilan, Posko Relawan Borobudur dan Ustadz Solihin Pengasuh Pondok Al-Hikmah Dukuh Pedut Cepogo Boyolali.

Bagi rekan-rekan yang ingin bergabung silakan kontak kami di 021-33413279

 Foto Bersama Dewan Dakwah Islamiyah Indonesia Magelang 
Lokasi: Ponggol Muntilan

Sahabat Sahabat Merapi

Bersama Relawan Borobudur
Di Posko DDII Ponggol Muntilan
Emil belum bisa masuk Borobudur
Melintasi Jembatan di Muntilan
Jadikan Muntilan Kota yang Bersih Sehat dan Indah
Korban Wdshus Gembel
Ayung dan Novan menjadi sahabat Merapi
Merapi adalah sahabat Dia tengah batuk-batuk dan kita harus setia merawatnya

Bagaimana ya kabar pengungsi Merapi? Kabarnya, para pengungsi korban letusan Merapi saat ini mereka sedang bingung. Mau pulang, tapi Merapi masih dalam status ‘Awas’. Sedangkan bila terus di pengungsian, rumah-rumah mereka menjadi korban jarahan.

Koran setempat, Radar Magelang, Kamis (18/11) melaporkan perkampungan di sekitar lereng Merapi kini menjadi sasaran komplotan penjarah. Salah satunya kawasan Balerante, Kecamatan Kemalang, yang menurut laporan sehari sebelumnya belasan penjarah mendatangi Balerante. Mereka menggunakan empat mobil untuk menguras isi rumah. Tak hanya rumah, terutama pertokoan menjadi sasaran mereka. Salah satu toko kelontong yang dikuras habis merupakan milik Pak Jarwo. Isi toko di Dukuh Bendosari, Desa Balerante tersebut diambil tanpa sisa. “Mereka melakukan penjarahan itu dimalam hari,” kata Sukamto, salah seorang anak Pak Jarwo.

RSJ Magelang
Bingung terus berlanjut menjadi depresi. Tak heran bila 27 Pengungsi di Jawa Tengah dirujuk ke Rumah Sakit Jiwa (RSJ) Prof dr Soeroyo, Kota Magelang. Para pengungsi itu diduga mengalami tekanan psikis selama bencana letusan Merapi.

“Mereka mengalami trauma berat dan menjurus ke kondisi stres, sehingga terpaksa dirujuk ke RS khusus,” kata Kepala Pelaksana Harian Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Provinsi Jateng, Priyantono Djarot Nugroho, Jumat (12/11).

Djarot menjelaskan, sebelumnya para pengungsi itu telah diberikan penanganan trauma di lokasi pengungsian masing-masing. Namun kondisinya tidak juga membaik.

Menurut Djarot, para pengungsi itu mengalami tekanan jiwa karena berbagai hal, seperti kehilangan orang yang dicintai dan harta benda. Dari obrolan dengan Ibu Nieta yang tinggal di Dusun Sabrang Muntilan, tetangganya ada yang berencana malam tanggal 26 November untuk panen. ”Tapi gagal karena Merapi meletus hebat,” katanya. Syukurlah Ibu Nieta, sudah dua hari sebelumnya sempat memanen hasil sawahnya.

Di daerah ini kami juga merasakan depresi itu. Seperti ketika seorang sahabat bernama Budi asyik berfoto ria, dia diomeli seorang Bapak. “Ngapain foto-foto terus!” Mungkin dalam pandangan Bapak itu, kami adalah wisatawan yang menikmati penderitaan mereka.    

Ditemui terpisah, Deputi Bidang Penanganan Darurat BNPB Sutrisno membenarkan sejumlah pengungsi mulai mengalami tekanan kejiwaan. Saat ini BNPB sedang menginventarisir jumlah mereka agar bisa ditangani lebih tepat. “Kami belum bisa sampaikan datanya karena masih dalam proses inventarisasi. Apalagi jumlah pengungsi juga terus bertambah,” ungkap Sutrisno.

Sutrisno menyatakan kondisi ini wajar mengingat dahsyatnya letusan Gunung Merapi. Ditambah lagi tidak semua lokasi pengungsi memenuhi standar. “Dari pengamatan kami therapy healing cukup efektif sehingga perlu dilanjutkan. Kita juga perlu memberikan siraman rohani kepada pengungsi,” tegas Sutrisno.

Karena itu, Sahabat Alam pun tak mau ketinggalan untuk turut membantu sahabat-sahabat yang sedang dirundung duka. Bersama rekan-rekan dari Ikatan Remaja Masjid Al-Istiqomah (IRMA), Budi, Novan dan Ayung, November ini kami menyalurkan bantuan bersama, Jamaah Masjid al-Istiqomah, MTS Umdatur Rasikhien, FORISAN (Forum Remaja Islam Aneka Elok, Majlis Taklim Kaum ibu Al-Istiqomah dan RA al-Istiqomah. Totalnya ada Rp 10.296.500.

Sebagian bantuan berupa pakaian layak pakai (Palapa) kami titip ke mobil box milik Herba Penawar Alwahida (HPA) yang hari itu, Selasa (9/11) berangkat untuk memberikan bantuan juga. Selain itu kami juga menerima dari siswa-siswi  SDIT Al-Fida di Jalan Damai No 88 Setia Mekar, Tambun, Bekasi. Hingga tulisan ini dibuat,  menurut keterangan ibu Iim Nuril, ”Sudah terkumpul 4 juta rupiah dan masih akan terus bertambah.”

Bantuan itu kami drop langsung ke tempat pengungsian, diantaranya ke Posko Peduli Merapi Dewan Dakwah Islamiyah Indonesia di Ponggol Muntilan, Posko Relawan Merapi Borobudur dan Ustadz Solihin yang tinggal di Pedut, Cepogo yang kini mengungsi di Kuman Baru, Pulisen, Boyolali. (Rincian bantuan silakan Sob eL-Ka lihat di http://cybersabili.com)

Tak hanya pengungsi, relawan pun perlu stamina dan strategi. Jangan sampai loyo baik secara fisik maupun materi. Karena dikabarkan, pengungsi harus tinggal di pengungsian minimal sebulan. Perlu strategi, bantuan apa di bulan pertama, bulan kedua dan ketiga. Sehingga mereka bisa sehat lahir dan batin.

Kami juga merasakan dahsyatnya debu Merapi. Di Muntilan, kami merasakan tetes abu Merapi. Di daerah Borobudur, ketika sedang menuju masjid, kami merasakan gulungan abu Merapi. Tak terasa waktu tiga hari kami habiskan di seputar Merapi. Sebagian abu Merapi kami kumpulkan di botol air mineral. Sebagian lagi tetap menempel di mobil. Semua kami resapi di dalam hati. Merapi adalah sahabat. Dia tengah batuk-batuk dan kita harus setia merawatnya.

Hari itu kami gagal untuk ke Borobudur, karena Candi ini masih ditutup. Kami juga belum sempat mengunjungi pengungsi yang di rawat di RSJ Magelang. Oya, bagaimana kabar Ustadz Solihin yang tinggal hanya 3-5 kilometer dari puncak Merapi?

Kita tunggu edisi depan, insya Allah. (Eman Mulyatman)http://sabili.co.id/saintek/blog

Bagi rekan-rekan yang ingin bergabung silakan kontak Sahabat Alam di 021-33413279


Minggu, 05 Desember 2010

Cerita Bermula dari Merapi

Persiapan Menghadapi Erupsi Lokasi di Jrakah Magelang
Padahal, sudah lama kami mengidam-idamkan pendakian ke puncak Merapi.

وَأَلْقَىٰ فِي الْأَرْضِ رَوَاسِيَ أَنْ تَمِيدَ بِكُمْ وَأَنْهَارًا وَسُبُلًا لَعَلَّكُمْ تَهْتَدُونَ

Dan Dia menancapkan gunung-gunung di bumi supaya bumi itu tidak goncang bersama kamu, (dan Dia menciptakan) sungai-sungai dan jalan-jalan agar kamu mendapat petunjuk. (QS an Nahl:15)
 
Masya Allah, Merapi gunung yang berketinggian 2.968 m (9.737 kaki) meletus lagi menyemburkan asap panasnya yang biasa disebut wedhus gembel. Segera saja korban pun berjatuhan dan warga yang biasa tinggal di lerengnya berhamburan mengungsi. Innalillahi wa inna ilaihi rajiun.

Padahal, sudah lama kami mengidam-idamkan pendakian ke puncak Merapi. Sekarang menikmati puncaknya pun susah, karena selalu diselubungi asap. Dengan sepeda motor, Ahad 24/10, kami memulai perjalanan dari Magelang. Dari Blabak kami ke Sawangan, terus ke Selo. Selo sering dijuluki Swiss van Java. Karena kalau Merapi meletus dan menyemburkan abu, maka wilayah ini akan tampak seperti Pegunungan Alpen yang tertutup salju. Indah bukan?

Selo, ini adalah jalur pendakian yang paling umum. Selo, satu kecamatan di Kabupaten Boyolali, Jawa Tengah, yang terletak di antara Gunung Merapi dan Gunung Merbabu. Pendakian melalui Selo memakan waktu rata-rata lima jam hingga ke puncak.

Subhanallah, senangnya diapit dua gunung.  Tapi, kami juga deg-degan karena sepanjang jalan sering kami temui papan-papan penunjuk arah evakuasi. Artinya, keadaan bisa berubah dengan cepat. Tingkat status memang ada empat, dari Normal, Waspada, Siaga dan Awas. Maka kami pun tak boleh lengah. Berdoa dan terus siaga. 

Untuk mencapai Merapi sebenarnya ada Jalur populer lain adalah melalui Kaliurang, Kecamatan Pakem, Kabupaten Sleman, Yogyakarta di sisi selatan. Jalur ini lebih terjal dan memakan waktu sekitar 6-7 jam hingga ke puncak. Jalur alternatif dan melalui sisi tenggara, dari arah Deles, Kecamatan Kemalang, Kabupaten Klaten, Jawa Tengah. Merapi berada di koordinat 7°32'30" LS 110°26'30" BT. Lokasinya terletak di Klaten, Boyolali, Magelang (Jawa Tengah), Sleman (DI Yogyakarta).

Tapi kami hanya sampai di ujung aspal Dukuh Pedut, Cepogo Boyolali. Ustadz Solihin yang kami temui melarang kami untuk meneruskan perjalanan, karena situasinya tidak mengizinkan. Saat itu status Merapi sedang Siaga. Ustadz Solihin ternyata benar, karena beberapa hari kemudian status Merapi dinaikkan menjadi Awas.

Ustadz Solihin Beliau Kiai di Pondok Pesantren al Hikmah Pedut. Dari arah timur laut, Pedut adalah desa terakhir yang berbatasan dengan puncak Merapi. Menurut ustadz Solihin dia sangat senang tinggal dekat Merapi. Karena bisa berdakwah memberantas kemusyrikan. Dia jarang turun, ”Kalau saya turun, siapa yang mengumandangkan azan,” katanya.    

Syamil yang penasaran, mencoba ke tempat yang lebih tinggi. Teropongnya hanya bisa memadang awan putih. Hari sudah sore. Alam harus disikapi dengan bijak, tak baik memaksa kehendak. Bisa fatal akibatnya. Dengan dikuntit kabut yang mulai menebal. Sore itu, kami pun balik ke Magelang.

Merapi terus menyemburkan asap panasnya. Pengungsi pun terus bertambah. Menurut Pak Tarmin (35) ayah seorang anak ini, sejak Merapi menyemburkan asap dia terpaksa harus berpisah dengan anak dan istrinya. Istri dan anaknya mengungsi ke Posko Taman Agung Muntilan. Sedang Pak Tarmin menunggu rumahnya di Desa Salam Sari, Srumbung, Magelang. Dia ditemui di rumahnya, Ahad (31/10) yang merupakan desa terakhir. Sekarang desa yang terletak 10 km dari puncak Merapi itu sudah ditutup. Ada portal yang membatasi.

Pak Tarmin hanya petani serabutan. Saat itu Sabtu (30/10) antara Maghrib dan Isya, dia tengah memperbaiki sepeda motornya, ketika mendadak terdengar bunyi sirine peringatan. Pak Tarmin segera bergegas menyelamatkan diri dan anak-istrinya turun mengungsi. Hanya membawa pakaian seadanya. Awan panas menyelimuti Salam Sari. Sejak itu ekonomi lumpuh total, dia tidak tahu harus bagaimana. Kabarnya dia harus mengungsi minimal sebulan. ”Kami berharap pemerintah menjaga keamanan daerah ini dan segera memulihkan perekonomian,” harapnya.        

Di sepanjang jalan menuju Kaliurang kami juga menemui Tarmin-Tarmin yang lain. Mbah Maridjan meninggal. Cerita duka terus berlanjut. ”Bi, gimana kabar ustadz Solihin?” begitu bunyi SMS Emil ketika kaki ini sudah menjejak Jakarta. 

Info
Emil itu nama panggilannya, lengkapnya Syaamil Muhammad Salim (10 th). ”Bi kenapa ya gunung itu meletus mengeluarkan Wedhus Gembel? Padahal, katanya Allah Maha Pengasih dan Penyayang? Coba yang dikeluarkan permen, bukan lahar panas”.

Biasanya setelah gunung meletus itu, akan timbul kehidupan baru. Tanah menjadi subur. Di sekitar Merapi banyak sekali orang mencari nafkah dari pasirnya. Tentu eksploitasi berlebihan akan mempengaruhi keseimbangan alam dan merugikan kita semua.
Ternyata kita ini hidup di atas api, di dalam perut bumi ada panas yang terus bergolak. Ibarat memasak air, maka uap panas itu mencari jalan keluar. Nah saluran keluarnya itu melalui gunung. Bayangkan kalau tidak ada saluran keluar? Sebagaimana pasak yang digunakan untuk menahan atau mencencang sesuatu agar kokoh, gunung-gunung juga memiliki fungsi penting dalam membuat stabil kerak bumi. Gunung mencegah goyahnya tanah. Allah berfirman:
وَأَلْقَىٰ فِي الْأَرْضِ رَوَاسِيَ أَنْ تَمِيدَ بِكُمْ وَأَنْهَارًا وَسُبُلًا لَعَلَّكُمْ تَهْتَدُونَ
Dan Dia menancapkan gunung-gunung di bumi supaya bumi itu tidak goncang bersama kamu, (dan Dia menciptakan) sungai-sungai dan jalan-jalan agar kamu mendapat petunjuk. (An Nahl, 16:15)
Maha Benar Allah yang Maha Agung.

Equipment
Winwin nama lengkapnya Ihsania Luthfia (11 th). Sebenarnya kalau kamu ingin mengintip Merapi, banyak gardu pandang yang didirikan di sekitar Merapi, lho. Gardu didirikan baik oleh masyarakat untuk kepentingan keamanan maupun oleh swasta untuk wisata. Ketep Pass atau bukit ketep, terletak pada ketinggian 1200 dpl. Luas area sekitar 8000 meter persegi, berjarak sekitar 17 km dari desa Blabak ke arah timur, 30 Km dari kota Magelang dan 35 Km dari kota Boyolali. Dari kota Salatiga yang berjarak sekitar 32 Km, dapat dicapai melalui Kopeng dan Desa Kaponan. Ketika diresmikan oleh Presiden RI Megawati pada 17 Oktober 2002 baru dibangun dua gardu pandang dan pelataran. Dengan keunggulan panorama yang atraktif Gunung Merapi-Merbabu , hamparan teras-teras tanah pertanian serta kesejukan udara. Ketep Pass Makin Ramai dipadati Pengunjung, lebih-lebih akhir pekan dan hari libur. (Eman Mulyatman)

Sabtu, 04 Desember 2010

Menjadi Sahabat Alam

A great adventure start from a first step

Stasiun televisi, banyak sekali menyajikan serial perjalanan. Dari dunia flora fauna, wisata kuliner atau penginapan. Memang mengasyikkan. Sayangnya akhir-akhir ini tampilannya seperti asal jadi. Seperti di P**y explorer, waduh kok maaf ya sampai buang angin segala ditayangin, udah gitu banyak hal-hal yang tidak mendidik dan asal.

Padahal dari sebuah perjalanan banyak hikmah yang bisa kita petik. Awalnya saya bisa menulis cerpen dari perjalanan, rasanya kalau di perjalanan itu imajinasi bebas mengembara. Jadi bercampurlah dalam cerpen itu antara pengalaman pibadi dan khayalan.

Setelah itu ikut-ikutan teman di pecinta alam SMA, wah senangnya naik gunung. Bisa menumpahkan ekspresi jiwa muda yang bergelora. Ikutan PMR tambah asyik lagi. Ternyata petualangan itu ibarat kita membaca cerpen atau cerita serial kegemaranku. Kali ini aku jadi tokoh utamanya.

Seterusnya ketika masuk Pelajar Islam Indonesia dan ikutan tarbiyah, hmm ternyata hobiku bertualang pun mendapat tempat. Ternyata banyak yang bisa kita petik dari sebuah perjalanan.

“Maka apakah mereka tidak berjalan di muka bumi, lalu mereka mempunyai hati yang dengan itu mereka dapat memahami atau mempunyai telinga yang dengan itu mereka dapat mendengar? Karena sesungguhnya bukanlah mata itu yang buta, tetapi yang buta, ialah hati yang di dalam dada.” (QS Al-Hajj [22] 46)

Nah setelah bekerja pun sebagai jurnalis, tak lepas dari sebuah perjalanan. Setelah berumah tangga hingga lahir anak-anak pun perjalanan pun sering dilakukan. Banyak sekali pertanyaan kanak-kanak yang meski ringan diucapkan tapi sarat nilai.

Konsep Lukman
Seperti kisah Lukman al Hakim dan anaknya. Lukman Hakim memerintahkan anaknya mengambil seekor keledai. Sang anak memenuhinya dan membawanya ke pada sang ayah. Lukman menaiki keledai itu dan memerintahkan anaknya untuk menuntun keledai.

Keduanya berjalan melewati kerumunan orang banyak. Tiba-tiba orang-orang mengecam seraya berkata, “Anak kecil itu berjalan kaki, sedangkan orang-tuanya nangkring di atas keledai, alangkah kejam dan kasarnya ia.”

Lukman bertanya kepada anaknya, “Bagaimana tanggapan orang-orang wahai anakku?”

Sang anak menyampaikan tanggapan mereka. Kemudian, Lukman turun menuntun keledai. Sang anak ganti menaiki keledai. Keduanya lalu berjalan melewati keramaian di tempat lain. Tiba-tiba mereka mencemooh sang anak seraya berkata, “Anak muda itu menaiki keledai, sedangkan orang tuanya berjalan kaki, alangkah jelek dan kurang ajar sang anak.”
Lukman bertanya kepada anaknya, “Bagaimana tanggapan orang-orang wahai anakku?”

Sang anak menyampaikan tanggapan mereka. Kemudian, Lukman dan anaknya sama-sama menaiki keledai berboncengan.

Keduanya melewati keramaian di tempat lain, tiba-tiba orang-orang mencerca keduanya seraya berkata, “Betapa kejam kedua orang itu, mereka menaiki seekor keledai, padahal mereka tidak sakit, dan tidak pula lemah.”

Lukman bertanya kepada anaknya, “Bagaimana tanggapan orang-orang wahai anakku?” Sang anak menyampaikan tanggapan mereka. Akhirnya, Lukman dan anaknya turun dari keledai. Keduanya berjalan kaki sambil menuntunnya melewati keramaian di tempat lain.

Tiba-tiba orang-orang mengecam seraca berkata, “Subhanallah… seekor himar yang sehat dan kuat berjalan? sementara kedua orang itu berjalan menuntunnya, alangkah baiknya jika salah satu dari mereka menaikinya.” Lukman bertanya kepada anaknya, “Bagaimana tanggapan orang-orang wahai anakku?” Sang anak menyampaikan tanggapan mereka.

Kemudian, Lukman menasihati anaknya: “Wahai anakku, bukankah aku telah berkata kepadamu, kerjakanlah pekerjaan yang membuat engkau menjadi saleh dan janganlah menghiraukan orang lain. Dengan peristiwa ini saya hanya ingin memberi pelajaran kepadamu.”

Pengalaman bersama anak-anak inilah ketika mengadakan suatu perjalanan yang akan menjadi serial di Sahabat Alam eL-Ka. Bagaimana naik gunung ternyata harus memutar, lalu kenapa gunung memuntahkan lahar? Sedangkan Allah Maha Rahman Rahim.

Kalau kita bersahabat dengan alam kita akan mengenal penciptanya. Dengan begitu kita akan lebih arif menyikapinya. Apalagi kita tinggal di Indonesia, negeri subur yang kaya dengan keindahan alam dan keragaman budayanya.

Tentu tak hanya alam, sejarah negeri ini pun asyik sekali kalau ditelusuri. Banyak sekali museum, situs dan komunitas yang membuat kita berdecak kagum. 

“Hikmah adl barang hilang milik kaum muslimin. Di mana saja ia ditemukan kaum muslimin berhak memilikinya.” (Eman Mulyatman)

Kontak:
Iklan dan Promosi 021-33413279
Link: