Entri Populer

Kamis, 13 Januari 2011

Suroloyo Sekali Naik Lima Puncak Terlampaui








Tempat pertapaan Sultan Agung memberi Sob kesempatan meneropong empat gunung besar di Pulau Jawa, Candi Borobudur plus pemandangan matahari terbit

Kalau kamu enggak keduluan sama embun pagi yang berhamburan diterpa sinar matahari pagi, kamu bisa melihat empat gunung besar di Pulau Jawa, yaitu Merapi, Merbabu, Sumbing dan Sindoro menyembul di antara kabut putih. Satu puncak lainnya yang bisa kamu nikmati dari balik kabut putih itu adalah stupa puncak Candi Borobudur yang tampak berwarna hitam muncul di permukaan lautan kabut.

Jadi kamu harus berangkat pagi-pagi sekali. Harus kuat mengalahkan tarikan selimut pukul dua dinihari. Tapi semua itu akan tertebus ketika sampai di puncak Suroloyo. Puncak Suroloyo adalah bukit tertinggi di Pegunungan Menoreh yang berada pada 1.091 meter di atas permukaan laut. Oya, pegunungan Menoreh ini juga sering menjadi setting kisah-kisah fiksi dalam dunia persilatan lho.

Untuk menikmatinya, kamu harus melewati jalan berkelok tajam serta menaklukkan tanjakan yang cukup curam. Dua jalur bisa dipilih, pertama rute Jalan Godean - Sentolo - Kalibawang dan kedua rute Jalan Magelang - Pasar Muntilan - Kalibawang.

Setelah berdoa, jangan lupa siapkan fisik supaya prima. Tapi, jangan khawatir, jalan ke puncak bisa pakai motor atau mobil kok.  Maka siapkan kendaraan yang berisi bahan bakar penuh. Eit jangan lupa ban serep. Karena kayaknya gak ada deh tukang tambal ban di gunung.

Setelah berjalan kurang lebih 40 km, kami menemui papan penunjuk ke arah Sendang Sono. Berbelok ke kiri untuk menuju Puncak Suroloyo, kami tergoda untuk menikmati pemandangan. Sementara Mas Sulhan, salah seorang relawan Borobudur yang menjadi guide kami, meminta kami berjalan terus sejauh 500 meter hingga menemui pertigaan kecil.

Nah ketika asyik berfoto, seorang petani menyarankan agar kami berbelok ke kiri karena jalannya lebih halus. Dari situ, kamu masih harus menanjak lagi sejauh 15 km untuk menuju Puncak Suroloyo.

Bukit Suroloyo ditandai dengan terlihatnya tiga buah gardu pandang yang juga dikenal dengan istilah pertapaan, yang masing-masing bernama Suroloyo, Sariloyo dan Kaendran. Suroloyo adalah pertapaan yang pertama kali dijumpai.

Letih dan lelah setelah melahap 286 anak tangga dengan kemiringan 30-60 derajat akan tertebus setelah sampe puncak. Dari puncak, kamu bisa melihat Candi Borobudur dengan lebih jelas, Gunung Merapi dan Merbabu, serta pemandangan kota Magelang bila kabut tak menutupi.

Pertapaan Suroloyo merupakan yang paling legendaris. Menurut cerita, di pertapaan inilah Raden Mas Rangsang yang kemudian bergelar Sultan Agung Hanyokrokusumo bertapa untuk menjalankan wangsit yang datang padanya. Dalam kitab Cabolek karya Ngabehi Yosodipuro yang ditulis pada abad 18, Sultan Agung mendapat dua wangsit, pertama bahwa ia akan menjadi penguasa tanah Jawa sehingga mendorongnya berjalan ke arah barat Kotagede hingga sampai di Pegunungan Menoreh. Kedua, bahwa ia harus melakukan tapa kesatrian agar bisa menjadi penguasa.

Menuju pertapaan lain, kamu akan melihat pemandangan yang berbeda pula. Di puncak Sariloyo yang terletak 200 meter barat pertapaan Suroloyo, kamu akan melihat Gunung Sumbing dan Sindoro dengan lebih jelas. Sebelum mencapai pertapaan itu, kamu bisa melihat tugu pembatas propinsi DIY dengan Jawa Tengah yang berdiri di tanah datar Tegal Kepanasan. Dari pertapaan Sariloyo, bila berjalan 250 meter dan naik ke pertapaan Kaendran, kamu akan dapat melihat pemandangan kota Kulon Progo dan keindahan panati Glagah.

Ngomong-ngomong untuk apa ya Sahabat Alam ke Suroloyo? Ya, memang kita tidak boleh terjebak oleh mitos. Bisa musyrik. Menurut Ustadz Muslih yang tinggal di desa Wono Kriyo, sebuah desa yang tak jauh dari Suroloyo, cerita itu hanya jadi kenangan masa lalu. Sekarang penduduk sekitar Suroloyo adalah muslim. ”Acara-acara sesajen sudah berganti menjadi istighosah,” ungkapnya.

Mungkin Sob sudah khatam dengan cerita Api dibukit Menoreh dan Naga Sasra Sabuk Inten. Tapi, bukan berarti pertarungan itu sudah selesai. Setiap saat aqidah kaum muslimin bisa terancam. Selain kemiskinan juga kurangnya informasi (baca: kebodohan) menjadi sarana tepat aksi-aksi pemurtadan.

Ustadz Muslih yang kami temui tengah bersiap untuk mengikuti Daurah (training) anti pemurtadan bersama Dewan Dakwah Islamiyah Indonesia. Daurah ini berlangsung di Masjid Ruhul Islam. Memang pasca erupsi Merapi, warga sekitar sabuk Merapi akidahnya terancam.

Setelah menikmati Getuk asli bikinan ibu Muslih, kami pun pamit. Perjalanan kami sejenak terhenti. Kami mengaso di masjid Ruhul Islam. Kamu tahu sejarah masjid Ruhul Islam? Menurut keterangan Bapak Ustadz Imam Santosa, sekretaris DDII Magelang, masjid Ruhul Islam dibangun oleh Almarhum M Natsir – pendiri DDII. Masjid ini tak jauh dan seakan dibangun berhadap-hadapan dengan sekolah Taruna Nusantara yang didirikan oleh Almarhum Benny Moerdany.

Wah, jadi pertarungan ideologi ini masih terus berlangsung ya. Karena itu kamu harus giat belajar dan mengerti sejarah. Agar kamu tidak jadi orang-orang yang kalah. Jangan sampai anak cucu kita bilang, wah itu Istiqlal hasil karya nenek moyang kita. Seperti kita memandang Borobudur saat ini. (Eman Mulyatman)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar